FOMO! Game Pendakian di Roblox Jadi Tren Sosial Baru

Roblox Bukan Sekadar Game: Ini Alasan Kamu FOMO Kalau Belum Mendaki!

foto: Game Pendakian di Roblok

tautekno.id – Dalam beberapa tahun terakhir, Roblox telah menjadi lebih dari sekadar permainan. Ia menjelma menjadi ruang sosial, wadah kreasi, dan bahkan sumber penghasilan. Namun, satu hal yang menarik adalah semakin banyak orang yang ikut-ikutan bermain Roblox hanya karena takut tertinggal atau dalam istilah kekinian: FOMO (Fear of Missing Out). Mengapa ini terjadi?

FOMO muncul ketika seseorang merasa cemas karena melewatkan pengalaman yang sedang dinikmati oleh orang lain. Di dunia Roblox, banyak pengguna terutama anak muda merasa tertinggal jika teman-teman mereka aktif membangun dunia, membuat game, atau sekadar nongkrong di server populer.

Media sosial juga memperkuat efek ini. Video TikTok yang viral tentang pengalaman seru di Roblox, mulai dari roleplay di Brookhaven hingga tantangan horor di Doors, menciptakan tekanan sosial yang tidak terlihat untuk ikut serta. Akibatnya, banyak yang bergabung hanya untuk menjadi bagian dari tren.

Gameplay Pendakian

Salah satu genre yang sedang naik daun di Roblox adalah game pendakian (climbing obby) sebuah permainan berbasis rintangan dan ketangkasan, di mana pemain harus mendaki menara yang tinggi tanpa checkpoint. Contoh paling populer dari genre ini adalah “Tower of Hell”, yang terkenal karena tingkat kesulitannya yang brutal dan kompetitif.

Game-game seperti ini menjadi semacam ritual wajib bagi banyak pengguna Roblox. Alasan utamanya?

foto Game Pendakian di Roblok (Radar Tulungagung)
foto: Game Pendakian di Roblok (Radar Tulungagung)

Di sinilah FOMO memainkan peran kuat. Banyak pengguna merasa “kurang keren” kalau belum berhasil menaklukkan menara-menara Roblox yang viral itu. Mereka takut jadi satu-satunya yang belum pernah merasakan sensasi jatuh dari lantai ke-20 karena salah lompat.

Game Sosial yang Fleksibel

Selain genre pendakian, dunia Roblox memang dikenal tak pernah kehabisan ide. Dengan jutaan game buatan pengguna, selalu ada sesuatu yang baru untuk dicoba. Pengembang dari berbagai usia terus merilis konten segar, membuat siapa pun yang tidak mengikuti perkembangan akan merasa “ketinggalan zaman.”

Kebebasan ini menarik sekaligus menantang. Mereka yang baru bergabung merasa harus “mengejar ketertinggalan” dari pemain lama sebuah pola yang memperkuat perasaan FOMO.

Kreativitas yang Menjadi Standar Baru

Berbeda dengan game biasa, Roblox memberi kesempatan siapa saja untuk menjadi pencipta. Anak-anak bisa membuat game, merancang avatar, hingga memonetisasi ide mereka. Ketika teman sebaya mulai menghasilkan uang dari Roblox Studio atau menjadi terkenal karena game buatannya, muncul tekanan tidak langsung: “Kalau dia bisa, kenapa aku tidak?”

Hal ini membuat banyak orang, terutama remaja, merasa harus ikut mendaki “tangga sosial” di dalam Roblox, bukan hanya sebagai pemain, tapi juga kreator.

FOMO dan Gengsi Digital

Skin mahal, item langka, dan akses eksklusif jadi simbol status baru di dalam ekosistem Roblox. Sama seperti tren fashion atau gadget di dunia nyata, pengguna merasa harus memiliki aksesoris tertentu untuk “dianggap eksis.” FOMO mendorong mereka untuk terus bermain, mengoleksi, dan menunjukkan gaya dalam game.

Fenomena FOMO di Roblox bukan sekadar soal game ini adalah cerminan dinamika sosial digital generasi sekarang. Di balik keseruan bermain, ada kebutuhan akan penerimaan, pengakuan, dan rasa memiliki.

Game pendakian menjadi contoh nyata bagaimana sesuatu yang sederhana bisa menjadi simbol prestise digital. Saat satu orang berhasil mencapai puncak, yang lain terdorong untuk ikut mencoba bukan hanya karena ingin menang, tapi karena takut tertinggal.

Bagi para orang tua, pendidik, atau siapa pun yang mengamati perkembangan dunia digital, penting untuk memahami bahwa apa yang terjadi di Roblox adalah bagian dari transformasi sosial yang lebih luas tempat di mana dunia nyata dan virtual semakin menyatu.

(ata)

Exit mobile version