tautekno.id – Di tengah tren kecerdasan buatan (AI) yang semakin mengandalkan coding dan rekayasa perangkat lunak, dua tokoh besar teknologi dunia Elon Musk dan CEO Nvidia Jensen Huang justru menekankan pentingnya ilmu fisika sebagai landasan inovasi. Bagi keduanya, memahami prinsip dasar alam semesta lebih penting daripada sekadar menulis baris kode.
Elon Musk, pendiri Tesla dan SpaceX, telah lama dikenal sebagai penganut prinsip fisika sebagai kerangka berpikir dalam menyelesaikan masalah. Ia bahkan menegaskan bahwa fisika dan matematika adalah kunci dari semua pemecahan masalah yang serius.
“Fisika dan Matematika,” tulis Musk di platform X, menanggapi ajakan CEO Telegram Pavel Durov agar siswa menguasai matematika. Menurut Musk, kebenaran fundamental dari fisika adalah fondasi yang memungkinkan inovasi bisa dibangun secara terukur.
Hal ini tercermin dari proyek-proyek raksasa yang ia jalankan dari roket luar angkasa hingga mobil listrik otonom yang menuntut pemahaman fisika mendalam, bukan hanya logika software biasa.
Fisika adalah Masa Depan AI
CEO Nvidia Jensen Huang pun memiliki pandangan serupa. Saat ditanya soal jurusan apa yang akan ia pilih jika menjadi mahasiswa muda di era sekarang, ia menjawab: fisika.
“Untuk Jensen Huang yang berusia 20 tahun saat ini, mungkin dia akan memilih fisika ketimbang software,” ujarnya saat berada di Beijing, dikutip dari The Economic Times.
Huang sendiri memulai kariernya di bidang teknik elektro, memperoleh gelar dari Oregon State University dan Stanford University. Bersama dua rekannya, ia mendirikan Nvidia di sebuah restoran Denny’s, dan kini memimpin perusahaan pertama di dunia yang mencapai kapitalisasi pasar US$ 4 triliun (sekitar Rp 65 kuadriliun).
Dalam beberapa forum, termasuk The Hill & Valley Forum di Washington DC, Huang mengulas perkembangan AI dari masa ke masa. Ia membaginya dalam tiga gelombang:
- AI Persepsi: Dimulai dari munculnya AlexNet pada 2012, yang merevolusi pengenalan gambar.
- AI Generatif: Era ChatGPT dan sejenisnya, yang bisa memahami dan menerjemahkan informasi dalam berbagai bentuk.
- AI Penalaran: AI yang mampu bernalar, menyelesaikan masalah kompleks, dan merespons kondisi baru secara mandiri.
- Menurut Huang, kita kini memasuki gelombang keempat: AI Fisik.
AI Fisik: Menyatukan Dunia Nyata dan Digital
“Gelombang berikutnya mengharuskan kita memahami hukum fisika, inersia, dan sebab-akibat,” kata Huang. Dalam fase ini, AI tidak hanya bisa berpikir, tapi juga berinteraksi secara fisik dengan dunia nyata misalnya mengenali objek meskipun tersembunyi, memperkirakan arah gerak bola, atau menghitung tekanan untuk menggenggam objek tanpa merusaknya.
Konsep ini akan melahirkan robot digital atau AI agents, yang menurut Huang adalah tenaga kerja masa depan. Dengan menerapkan AI ke dalam bentuk robot fisik, maka muncullah bidang robotika yang kini menjadi fokus utama perusahaan besar seperti Nvidia, Microsoft, dan Salesforce.
“Dalam 10 tahun ke depan, saat kita membangun pabrik generasi baru, semua akan sangat robotik,” ujar Huang. Ini, lanjutnya, menjadi solusi atas krisis tenaga kerja global yang kian mengkhawatirkan.

Bukan Akhir dari Coding, tapi Awal dari Pendekatan Baru
Meskipun tidak serta-merta menafikan pentingnya coding, pandangan Elon Musk dan Jensen Huang menandai pergeseran fokus: dari keterampilan teknis semata ke pemahaman mendalam tentang cara kerja dunia. Fisika, dalam hal ini, bukan sekadar teori, tapi alat utama untuk menciptakan teknologi masa depan yang nyata dan berdampak luas.
Dengan berkembangnya AI fisik dan robotika, ilmu dasar seperti fisika dan matematika kembali menjadi pusat perhatian membuka jalan bagi generasi baru inovator yang tidak hanya bisa menulis kode, tapi juga memahami hukum alam yang mengatur dunia tempat kita hidup.
Jika kamu ingin saya tambahkan gambar, infografis, atau ubah gayanya agar cocok untuk media sosial, tinggal beri tahu ya!
(ata)